Rabu, 20 Juli 2011

Apakah Diperlukan Fatwa TKW Bekerja ke Arab Saudi?


Isu keselamatan tenaga kerja yang mengadu nasib ke luar negeri akhir-akhir ini sedang menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Bermula dari hukuman pancung yang diterima salah satu tenaga kerja wanita (TKW) warga Indonesia di Arab Saudi, beberapa pihak beramai-ramai menyarankan agar dibuatkan fatwa khusus untuk hal ini. Terutama pelarangan bekerja dengan negara tujuan Arab Saudi.

Saya menilai usulan ini terkesan latah dan berlebihan. Mengapa fatwa larangan bekerja hanya berlaku untuk tujuan negara Arab Saudi? Bagaimana dengan TKW yang bekerja di Malaysia, Hongkong, Jepang, Bahrain, Uni Emirat Arab dan banyak negara lainnya? Bukankah jika fatwa dibuat khusus untuk negara Arab Saudi berarti Pemerintah telah melakukan sebuah diskrimasi politik?

Yang terpenting adalah kebijakan Pemerintah Indonesia harus secara jelas dan tegas mengatur perlindungan hak warganya yang bertempat tinggal di luar negeri. Bukankah pekerjaan mereka halal dan secara nyata telah memberi kontribusi bagi peningkatan devisa negara? Inilah dilema TKW, sudah banyak memberi manfaat bagi negara tapi kok malah dipersulit.

Kalau Pemerintah sanggup bersikap bijak, sebenarnya inti permasalahan adalah pada terbatasnya kesempatan mengenyam pendidikan layak dan sempitnya peluang mendapat pekerjaan di dalam negeri. Kondisi ini menghasilkan pilihan menjadi TKW adalah harga mati bagi wanita yang memiliki pendidikan rendah namun tetap harus memenuhi kebutuhan keluarganya, sekaligus tergiur ingin cepat kaya.

Perluasan lapangan kerja dalam negeri dan ketersediaan pendidikan yang terjangkau bagi masyarakat miskin adalah dua faktor utama yang harus diperbaiki untuk mencegah terulangnya kasus penebusan Darsem yang mendapat vonis mati serupa. Pemerintah mengklaim mengeluarkan dana sekitar enam milyar rupiah untuk pembebasan TKW tersebut. Jika saja Pemerintah memiliki visi dan misi yang bagus, dana enam milyar akan lebih bermanfaat untuk dialihkan ke bidang pendidikan rakyat miskin.
Sudah selayaknya Pemerintah menghentikan melakukan penyelamatan terlambat dan lebih peka terhadap berbagai masalah di akar bawah kehidupan masyarakat. Jika sedikit sedikit mengeluarkan fatwa, bisa jadi Indonesia akan menjadi bangsa yang hobi melakukan rapat namun lemah dalam hal penerapan di lapangan.

Sumber gambar: luar-negeri.kompasiana.com

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book

1 komentar:

  1. ya jumhur hidayat kepala BP2NTKI ,bukan hanya KTKLN saja yang mengatur urusan tenaga kerja indonesia namun caranya seperti itu harusnya ada konsorsium pt , holding pt, corperation, PTE, LTD, holding pt, , bank draft , pt gread kelayakan , SKBDN , SDBN /BDSN STANDAR NASIONAL DALAM NEGERI , ILO , ISO ,LC dan joint pt , joint rekening , rekening hunting , rekening cabang , bank garantie ,,perwada , perwacabng , rekom , serta jaminan asuransi dalam negeri maupun internasional , surat kitas negara lembaran negara , dan intruksi presiden , serta keppres presiden , surat menteri tenaga kerja , depnaker setempat ,perusahaan internasional dalam negeri dan luar negeri , surat balai latihan kerja ,MOU antar negara , perjanjian mahkamah internasional , mahkamah otoritas internasional , KBRI , kedubes serta kementrian luar negeri ,negara manapun ,di saksikan perserikatan bangsa bangsa bagian imigrant serta pekerja asing antar negara ,sistem komputerisasi online antar daerah antar propinsi antar negara manapun ,streaming live on ,agar semuanya jelas valid sholid , dan tidak membingungkan semuanya pihak manapun ,sehingga semuanya pihak dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawab masing masing serta tidak saling menyalahkan , sebab selama ini semuanya belum tersistem dengan baik hal hal yang menyangkut undang undang ketenaga kerjaan indonesia baik dalam negeri maupun antar negara manapun , semenjak di berlakukan sistem outshorching yang di tetapkan oleh rezim megawati banyak kalangan buruh di rugikan sehingga tidak ada jaminan keputusan hukum yang kuat di seluruh birokasi apapun , saling tumpah tindih kepentingan golongan kelompok dan partai , buktinya banyak asuransi tki diaspora senilai 500 milyard tidak tahu ujung rimbanya , kenapa KPK hanya mengurus urusan kecil kecilan>????dari pada KPK selalu menyalahkan anas ubaningrum dan presiden pemerintah pusat lebih baik KPK menangkap bajingan ketua BP2NTKI tentang masalah asuransi tki senilai 500 milyard itu ,.

    BalasHapus